Minggu, 11 November 2012

Terjebak di Pusaran Filsafat


12 Nopenber 2012

Terjebak di Pusaran Filsafat




PENDAHULUAN
A.    Manusia Makhluk Berfikir
Manusia sebagai makhluk berfikir, selalu mempertanyakan dirinya dan keberadaan dirinya dalam lingkungannya. Ia selalu berusaha mencari jawaban dari semua pertanyaan yang ada dalam seluruh ruang fikirannya. Pertanyaan-pertanyaan timbul dari pengalaman yang dialami selama masa kehidupan manusia itu sendiri. Proses pencarian inilah yang akhirnya merupakan awal dari semua pengetahuan yang ada saat ini. Ilmu pengetahuan ini meliputi semua yang ada dan nyata dan meliputi semua kebenaran didalamnya. Semua itu menjadi dasar dari ilmu pengetahuan yang ada pada masa sekarang. Ilmu pengetahuan ini buah dari pemikiran-pemikiran terhadap sikap dan kepercayaan yang benar-benar dianalisa secara cermat berdasarkan logika dan penjelasan yang dapat dipercaya. Jadi pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Bedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.

Sabtu, 29 September 2012


Refleksi akhir September

Manusia Berfilsafat Manusia

A.     Pemikiran tentang Manusia
Manusia bersifat material/fisik (MATERIALISME)  karena ia menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res extensa), dan bersifat objektif.  Sebaliknya manusia bersifat spiritual (IDEALISME), dapat berfikir (res cogitans).  Perilaku manusia merupakan perwujudan dari energi-energi (kekuatan) yang ang tidak rasional (VITALISME), keputusan manusia dianggap rasional sebenarnya adalah rasionalisasi dari keputusan yang tidak rasional, didasari oleh energi, naluri, atau nafsu yang tidak rasional.  Manusia sebagai proses menjadi, gerak yang aktif dan dinamis (EKSISTENSIALISME), tetapi manusia merupakan makhluk yang tidak bebas, yang terstruktur oleh sistem bahasa dan budayanya.
            Manusia adalah makhluk pemikir.  Manusia berfikir bahwa merekalah yang menempati posisi yang sangat sentral dan penting. Manusia sebagai pekerja atau pencipta didunianya. Manusia makhluk unik, yang tidak dapat disejajarkan dengan makhluk lainnya, karena ia juga hidup dengan penglaman-penglamannya, ide-idenya, imajinasi-imajinasinya, harapan-harapannya (Dilthey). Manusia juga sebagai subjek sekaligus objek bagi telaah ilmu humanistik.
            Dengan jiwa rasionalnya, manusia mampu berfikir secara sadar, membuat norma sosial, serta menyusun kebajikan-kebajikan moral. Jadi dalam diri manusia ada sesuatu penggerak yang sensitif mengiringi kehidupannya yakni jiwa. Menurut Descartes, jiwa mengalir kedalam rongga-rongga otak , keluar menuju saluran-saluran dan bergerak menuju syaraf-syaraf sehingga jiwa itu dapat mengubah bentuk otot-otot sehingga menggerakan anggota tubuh. Hal ini diilhami oleh mengemukakan bahwa rasio dan fungsi-fungsi intelektual jiwa lebih fundamental dari pada pengalaman indrawi. Pengamatan melalui indra atau penglaman kongkrit menurut Descrates dapat menipu dan sepenuhnya tidak nyata. Sesuatu itu nyata karena sedang difikirkan.
            Manusia dengan kemampuan berfikirnya dapat menempatkan suatu kesadaran akan dirinya. Kesadaran atau intelek atau rasio adalah hakikat dari jiwa (Schopenhauer), ia merupakan permukaan jiwa. Dibawah intelek terdapat kehendak yang tidak sadar, suatu daya atau kekuatan hidup yang abadi, atau keinginan yang kuat. Intelek tangan kanan dan pelayan kehendak. Kehendak permanen didalam jiwa, pemersatu ide-ide dan pemikiran-pemikiran dan akhirnya membentuk karakter individu. Intelek kemampuannya terbatas tetapi kehendak mampu terjaga terus menerus tidak pernah merasakan lelah.
            Melalui suatu pemikiran manusia dapat merasakan dirinya lebih unggul. Akibatnya maka  sebagian manusia merasa menjadi superior dari yang lainnya. Manusia mempunyai keinginan untuk berkuasa, ini mengorbankan perasaan cinta akan kedamaian dan keamanan. Setelah itu timbul kelicikan, balas dendam, permusuhan, perbudakan dan sebagainya. Kehendak untuk berkuasa dari manusia yang merasa lebih unggul (filsafat Nietzsche) akan mampu melangsungkan hidupnya dan berjaya, sedangkan yang lainnya terpuruk dan musnah (teori evolusi).
            Secara umum manusia mengalami tahap perkembangan akal. Pertama manusia mengalami tahap teologis mulai dari fetiyisme dan animisme, politeisme, sampai monoteisme. Tahap berikutnya tahap metafisis, yang merupakan modifikasi dari tahap teologis. Pada tahap ini bentuk-bentuk supranatuaral digantikan dengan kekuatan-kekuatan abstrak yang lebih nyata yang dipersonifikasikan seperti kodrat, kehendak Tuhan, roh, absolut, tuntutan hati nurani, keharusan mutlak, kewajiban moral dan sebagainya. Yang terakhir tahap positif (Aguste Comte), dimana hal-hal yang abstrak tidak lagi dijelaskan secara apriori, melainkan berdasar pada observasi, eksperimen dan komparasi yang ketat dan teliti. Tugas akal mencoba mengobservasi gejala dan kejadian secara empiris dan hati-hati untuk menemukan hukum-hukum yang mengatur gejala dan kejadian itu. Comte mengembangkan ilmu pengetahuan positif dimana ia harus objektif, berulangkali, menyoroti setiap fenomena alam yang berhubungan dengan fenomena lain. Karena itu landasan yang ilmu pengetahuan bersifat naturalistik dan deterministik atau tunduk pada hukum alam.
            Keberadaan manusia didunia menimbulkan persoalan-persoalan seperti kesenangan, kebebasan, kecemasan, penderitaan, kebahagiaan, kesepian, harapan, dan sebagainya. Persoalan-persoalan itu melibatkan semua manusia,  semuanya menjadi berbenturan satu dengan yang lainnya.  Oleh karena itu semua itu harus dilandaskan pada rasa tanggung jawab, sebagai pembatas dari kebebasan yang didengungkan oleh penganut idelaisme. Oleh karena itu tanggung jawab menjadi hal yang fundamental. Kebijaksanaan lah akhirnya yang melandasi tanggung jawab, untuk menentukan sikap dan perbuatan kita.
            Menurut Kierkeaard keberadaan manusia melalui tahap-tahap estetis, etis, dan religius. Tahap pertama manusia berorientasi untuk mendapatkan kesenangan dirinya sendiri. Sedangkan tahap yang kedua mulai menjalani dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan yang dirasakan universal bagi semua kalangan. Pada tahap terakhir keotentikan manusia sebagai subjek mulai meikirkan nilai-nilai religius yang diterima oleh akal sehat  tetapi tidak mempertimbangkan rasionalitas dan pertimbangan ilmiah.
Perkembangan hasil olah fikir manusia, menuntun pada sebuah kesadaran. Kesadaran (menurut Husserl) adalah kesadaran yang tidak kosong, ia selalu berkaitan dengan kutub objeknya yang disadari dalam keadaan berkorelasi dan berdialektis. Dengan demikian kesadaran mengarah pada objektifikasi, identifikasi, kaitan dengan objek lain, dan akhirnya bermuara pada menciptakan kesadaran itu sendiri, sebagai aktivitasnya. Kesadaran yang muncul akan berupa kesadaran reflektif dan kesadaran nonreflektif (Sartre), setelah itu tumbuhlah penghyatan akan kehidupan.      
Keberadaan manusia tidak terlepas dari dunianya. Manusia terlibat , terikat, komitmen, dan akrab didalam dunianya tersebut. Dunia yang dimaksud bukan hanya lingkungan fisik material semata, melainkan dunia manusia itu sendiri, dunia pengalaman hidup keseharian. Objek-objek disekitar manusia menjadi objek yang  berarti setelah kita fikirkan (Heidegger). Semua objek yang ada mempunyai kaitan satu dengan yang lain membentuk suatu sistem termasuk manusia itu sendiri. Dengan demikian keberadaan manusia selalu bertumpu pada orang lain dan lingkungan fisik  material yang lain.
Keberadan manusia sebagai makhluk yang bebas, ternyata selalu dihadapkan dengan daya tarik benda disekitarnya. Benda mempunyai daya tarik dan daya pikat yang luar biasa besar, yang mampu menjerat dan menghancurkan kebebasan (Sartre). Benda-benda menjadi lawan tunggal dari kebebasan. Benda-benda kadang memperbudak  sehingga kebebasannya terenggut, bahkan  benda-benda itulah yang menjadi manusia berserah diri. Akibat dari itu semua timbulah konflik antara kebebasan dan keterikatan.

B.     Manusia Berfilsafat
Manusia adalah makhluk pemikir. Oleh karena itu dengan akal fikirannya, ia memikirkan dirinya dan lingkungannya. Keduanya selalu merupakan pusat perhatian dirinya guna mencari pembenaran dan hakikat yang terkandung didalamnya, untuk kepuasan dan pemenuhan hasrat keingintahuan dalam dirinya. Manusia mempertanyakan  hakikat keberadaan dan lingkungannya dan kaitan-kaitan antara dirinya dan lngkungannya itu. Jawaban-jawaban akan hal itu membentuk suatu ide atau pemikiran yang sementara memuaskan dirinya.
      Yang menjadi penyelidikan filsafat adalah segala objek yang ada dan yang mungkin ada dan tidak terbatas. Penyelidikan filsafat terus menerus bekerja hingga persoalan serta pertanyaan dapat ditemukan jawabannya. Penyelidikan dilakukan dengan sedalam-dalamnya sampai akar masalahnya bahkan sampai hakikatnya. Penyelidikannya juga menyeluruh, mendasar, dan spekulatif, sehingga hasil yang didapatnya berupa dugaan-dugaan logis, masuk akal dan rasional, meskipun bukan sesuatu yang pasti.
      Penemuan-penemuan ahli filsatfat sekarang umumnya sudah disusun secara teratur dan dikenal dengan struktur filsafat. Struktur filsafat meliputi teori pengetahuan (epistimologi dan logika), teori hakikat (ontologi, kosmologi, antropologi, theodecia, dan lain-lain), dan teori nilai(etika dan estetika).
      Pengetahuan manusia secara epistimologi memiliki sumber-sumber :
1.      Empiris dengan  aliran empirismenya, yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan diperoleh dari penglaman, melalui perantaraan indra        . Tokoh utamanya John Locke.
2.      Rasio dengan aliran rasionalismenya, yang menyatakan bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal, melalui ide pada fikiran. Tokoh utamanya Descrates.
3.      Fenomena dengan aliran fenomeologinya, yang menyatakan sumber pengetahuan lahir dari pengalaman. Tokoh utamanya Imanuel Kant.
4.      Intuisi dengan aliran intusionismenya, sumber pengetahuan didapat dengan idak perlu mengalami sesuatu secara keseluruhan cukup dengan intuisi. Tokohnya Bergson.
5.      Metode ilmiah yang merupakan penggabungan dari pengalaman dan akal sebagai pendekatan bersama.
Cabang logika bisa diartikan sebagai ilmu yang memberikan aturan-aturan berfikir valid. Prinsip-prinsipnya harus diikuti, untuk mendapatkan kebenaran yang normatif. Kebenarannya meliputi kebenaran bentuk (formal logic/self consistency) dan kebenaran materi (material logic).
            Dalam teori hakikat adalah keadaan yang sebenarnya dari sesuatu bukan keadaan sementara yang selalu berubah. Penyelidikannya sangat luas mencakup segala sesuatu yang ada maupun yang mungkin ada.
1.      Ontologi, yang membicarakan sesuatu yang ada,  dengan cabangnya :
a.       Materialisme yang menyatakan bahwa atom adalah materi tersendiri yang membentuk alam, akal dan kesadaran adalah proses fisikal semata. Alam semesta dapat ditafsirkan seluruhnya dengan sains fisik.
b.      Idealisme yang menyatakan realitas terdiri dari ide, fikiran, akal, dan jiwa bukan material dan kekuatan
c.       Dualisme, yang memadukan dua faham diatas yang saling bertentangan
d.      Agnoticisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu di balik kenyataan
2.      Kosmologi yang membicarakan hakikat asal, susunan, dan perubahan, serta tujuan akhir dari jagat raya.
3.      Antropologi,  yang membicarakan hakikat dari manusia itu sendiri sebagai kesatuan totalitas.
4.      Theodecia, yang membicarakan tentang dasar-dasar ketuhanan dan hubungan manusia dengan Tuhan. Dimulai dari monotheisme, trinitheisme, politheisme, pantheisme, sampai atheisme, serta agnotisisme.
Teori nilai merupakan kerangka ketiga,  yang mencakup etika dan estetika. Etika membicarakan tentang kewajiban-kewajiban manusia serta tingkah laku manusia  dilihat dari segi baik dan buruknya  tingkah laku tersebut. Sedangkan estetika mengkhususkan akan nilai dari keindahan. Dalam etika dipersoalkan norma-norma, hak dan wewenang, sehingga dengannya membantu manusia menjadi lebih otonom. Bidang moral merupakan kajian dari etika melalui pendekatan empiris, fenomenologi, normatif, dan metaetika. Tiga cabang dari etika diantaranya :
1.      Etika Normatif
-          Betul salahnya sesuatu tindakan tidak dapat ditentukan dari akibat tindakannya (deontologis)
-          Betul tidaknya suatu tindakan tergantung dari akibatnya (teleologis)
-          Akibat dari perbuatan bagi kepentingan pribadi (egoisme etis)
a.       Hedonisme : kebaikan dapat memberikan rasa nikmat bagi manusia
b.      Eudemonisme : segala tindakan manusia ada tujuannya
2.      Etika Utilitarisme
-          Utilitarisme tindakan : manusia mesti bertindak untuk menghasilkan suatu kelebihan akibat baik daripada akibat buruk
-          Utilitarisme peraturan : bertindak selalu sesuai dengan kaidah yang penetapannya menghasilkan akibat daripada akibat buruk
3.      Etika Teonom
-          Teonom murni : tindakan benar bila sesuai dengan kehendak Tuhan
-          Hukum kodrat : baik buruk ditentukan oleh Tuhan
           
Berbagai aliran filsafat yang muncul hasil pemikiran manusia, diantaranya :
1.      Rasionalis
Sangat mementingkan rasio dalam membangun ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas diluar rasio
2.      Empirisme
Memilih pengalaman inderawi secara lahiriah maupun batiniah sebagai sumber utama pengetahuan
3.      Kritisisme
Rasio memiliki keterbatasan untuk mengetahui hakikat, pengenalan manusia akan sesuatu diperoleh dari apriori (rasio, serta berupa ruang dan waktu) dan dari aposteriori (penglaman yang berupa materi)
4.      Idealisme
Realitas terdiri dari ide, fikiran, akal, dan jiwa bukan benda material dan kekuatan. Bahwa akal adalah yang paling utama dan lebih dahulu dari materi
5.      Positivisme
Sama dengan empirisme tetapi tidak menerima sumber pengalaman batiniah, jadi hanya mengandalkan fakta belaka
6.      Evolusionisme
Bentuk kehidupan tercipta secara berangsur-angsur, perjuangan dan kelangsungan hidup bagi yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
7.      Materialisme
Atom adalah materi berada sendiri dan bergerak dan pembentuk alam dengan proses fisikal termasuk kesadaran sebagai mode materi. Alam merupakan kesatuan material yang tak terbatas selalu ada dan tetap ada, materi ada sebelum jiwa
8.      Pragmatisme
Mengajarkan bahwa yang benar terbukti dari akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis
9.      Filsafat Hidup
Filsafat adalah kesadaran dan refleksi yang merujuk pada data yang langsung dari intuisi
10.  Fenomenologi
Untuk menemukan pemikiran yang benar harus kembali pada benda itu sendiri, hakikat tidak tergantung pada orang yang membuat pertanyaan, tapi ditentukan oleh benda-benda itu sendiri
11.  Sekulerisme
Mencari kemajuan manusia dengan materi semata tanpa campur tangan dan pembebasan manusia dari segala yang bersifat keagamaan dan metafisika.

C.     Mengapa berfilsafat
Manusia adalah makhluk yang dapat berfikir. Dengan dimilikinya kemampuan akal fikirannya manusia mampu menemukan dan memecahkan masalah-masalah yang dialami, dirasakan dan dilihat oleh manusia itu sendiri. Dengan fikirannya anusia secara naluriah mempertanyakan keberadaan diri dan lingkungannya. Fenomena yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari menarik untuk diselidiki dan diketahui apa makna dan hubungan dengan dirinya dan lingkungannya itu. Manusia selalu menemukan fenomena yang muncul setiap saat. Kadang fenomena itu tidak sesuai dengan hati nuraninya atau keinginannya, sehingga ia mempertanyakannya, mengapa ini/itu terjadi. Ia mencari hakekat dari semua ini. Sebagai makhluk sosial ia juga memikirkan manusia lain diluar dirinya. Manusia diluar dirinya jauh lebih beragam dari dirinya. Semua itu menjadi objek penelitian yang dicari hakikatnya. Jawaban sementara merupakan pengetahuan yang dicapai untuk menemukan hakikat atau pembenaran dari sesuatu. Tetapi tidak berakhir sampai disitu, pergulatan terjadi terus menerus untuk mencari hakikat yang belum terpecahkan.
Akibat dari pemikiran yang terus menerus, maka timbulah berbagai ilmu pengetahuan bahkan teknologi yang diperkirakan dapat membantu manusia untuk menjawab dan melayani persoalan dalam kehidupannya. Dengan ilmu yang dimilikinya manusia berusaha untuk menyenangkan dan memudahkan dirinya dan kehidupannya. Akibatnya timbul aturan-aturan atau hukum untuk mengatur dirinya dan lingkungannya agar selaras dengan hasil pemikirannya. Perkembangan pemikirannya menuntut manusia memperbaharui terus menerus aturan dan hukum yang berlaku untuk memenuhi tuntutan yang juga lebih beragam.
Hakikat hidup dan kehidupan yang terus menerus difikirkan itulah jalan filsafat. Jalan ini ditempuh dengan berbagai cara dan metode, yang dikperkirakan sesuai dengan fenomena yang dihadapi. Keyakinan akan hasil pemikirannya inilah yang mempengaruhi ilmu pengetahuan yang dihasilkan sehingga satu dengan yang lainya berbeda tergantung siapa orang yang menemukannya. Pendapat mana yang dipakai tergantung dari penalarannya setelah mendapat ilmu pengetahuan baik dari hasil pemikirannya, maupun hasil pemikiran orang lain.
Sifat manusia yang belum merasa cukup puas setelah mendapatkan apa yang sudah ada atau yang sudah diraih, selalu ingin mendapatkan hal-hal yang baru yang masih ada didalam fikirannya. Manusia berusaha memikirkan dan menuangkan idenya agar segera memuaskan hasratnya hidup dan kehidupannya. Ia terus mencari jawaban atau hakikat dan menelurkan pengetahuan yang terlepas dari apa yang telah ia peroleh.
Jadi manusia berfilsafat intinya adalah untuk melayani keinginan untuk menjawab hidup dan kehidupannya didunia, agar ia dapat ada terus menerus didunia ini. Lebih jauh hidup dan kehidupannya lebih bermakna dan mempunyai arti bagi diri dan lingkungannya. Hakikat hidup dan kehidupan berusaha dimaknai sebagai menuju kesempurnaan.

D.    Masa kini
Kita mengenal filsafat sekarang melalui karya-karya besar filsuf dari zaman ke zaman. Masing-masing zaman menunjukan keadaan masyarakat pada saat itu dan filsafat yang berkembang pada saat itu pula. Filsafat yang dipelajari sedikit banyak mempengaruhi diri kita pada sikap dan pandangan kita menghadapi suasana masa kini. Pengetahuan pun berkembang sangat pesat, memungkinkan kita mengenal lebih banyak dan lebih mudah mendapatkan hal-hal yang baru yang membawa ke arah perubahan yang baru. Pengetahuan yang beragam membawa manusia pada pembaharuan teknologi yang dipakai untuk kebutuhan manusia pada saat ini.
Kebutuhan manusia pada saat ini akan berbagai pemenuhan untuk dirinya dan hasratnya, membawa ke perbagai usaha untuk mengadakan alat pemenuhannya. Dari waktu ke waktu terus bertambah dan berubah. Maka kebanyakan masyarakat umum sudah tidak memikirkan lagi hakikat keberadaan dirinya. Manusia lebih cenderung pada bagaimana memuaskan hasrat hidup dan kehidupannya. Fikirannya terfokus pada bagai mana ia hidup untuk kehidupanya.
Untuk para pemikir dunia yang sudah bentuk seperti ini, baik secara material dan kenyataannya tetap dipertanyakan dan membutuhkan jawaban-jawaban akan hakikat yang terjadi dan mengapa terjadi. Maka dari waktu ke waktu, dari masa ke masa tetap menjadi pembicaran dan pemikiran, serta pengembaraan yang tetap menarik, yang perlu dicari dan dilakukan penyelidikannya agar didapatkan pengetahuan untuk masalah masa kini dan solusinya dimasa kini dan solusi dimasa datang. Jadi seorang yang merasa berfikiran sebagai filsuf  atau seorang pemikir tetap ada lahan untuk mengembangkan kerangka berfikir untuk menjawab tantangan yang ada dihadapannya. Tinggal langkah dan pijakan mana yang ia pakai sebagai landasan keilmuanya atau membangun ilmunya. Sehingga pencarian akan hakikat tetap dapat dicari, sampai batas akal fikirannya bisa mencapai pada batas yang tertinggi yang dapat memuaskan pada hasrat pencariannya.



Daftar Rujukan


Ahmad Tafsir, Prof. Dr. Filsafat Umum, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2012
Juhaya, S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat, Jakarta, Prenada Media, 2008
Lloyd Gerson, History of Phylosophy in Late Antiquity, Cambridge,
Cambridge University Press 2010
Louis O. Kattsoff (alih bahasa Soejono Soemargono), Pengantar Filsafat, Yogyakarta,
Tiara Wacana, 2004
Zainal Abidin, Filsafat Manusia, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2011


Refleksi akhir September

Manusia Berfilsafat Manusia

A.     Pemikiran tentang Manusia
Manusia bersifat material/fisik (MATERIALISME)  karena ia menempati ruang dan waktu, memiliki keluasan (res extensa), dan bersifat objektif.  Sebaliknya manusia bersifat spiritual (IDEALISME), dapat berfikir (res cogitans).  Perilaku manusia merupakan perwujudan dari energi-energi (kekuatan) yang ang tidak rasional (VITALISME), keputusan manusia dianggap rasional sebenarnya adalah rasionalisasi dari keputusan yang tidak rasional, didasari oleh energi, naluri, atau nafsu yang tidak rasional.  Manusia sebagai proses menjadi, gerak yang aktif dan dinamis (EKSISTENSIALISME), tetapi manusia merupakan makhluk yang tidak bebas, yang terstruktur oleh sistem bahasa dan budayanya.
            Manusia adalah makhluk pemikir.  Manusia berfikir bahwa merekalah yang menempati posisi yang sangat sentral dan penting. Manusia sebagai pekerja atau pencipta didunianya. Manusia makhluk unik, yang tidak dapat disejajarkan dengan makhluk lainnya, karena ia juga hidup dengan penglaman-penglamannya, ide-idenya, imajinasi-imajinasinya, harapan-harapannya (Dilthey). Manusia juga sebagai subjek sekaligus objek bagi telaah ilmu humanistik.
            Dengan jiwa rasionalnya, manusia mampu berfikir secara sadar, membuat norma sosial, serta menyusun kebajikan-kebajikan moral. Jadi dalam diri manusia ada sesuatu penggerak yang sensitif mengiringi kehidupannya yakni jiwa. Menurut Descartes, jiwa mengalir kedalam rongga-rongga otak , keluar menuju saluran-saluran dan bergerak menuju syaraf-syaraf sehingga jiwa itu dapat mengubah bentuk otot-otot sehingga menggerakan anggota tubuh. Hal ini diilhami oleh mengemukakan bahwa rasio dan fungsi-fungsi intelektual jiwa lebih fundamental dari pada pengalaman indrawi. Pengamatan melalui indra atau penglaman kongkrit menurut Descrates dapat menipu dan sepenuhnya tidak nyata. Sesuatu itu nyata karena sedang difikirkan.
            Manusia dengan kemampuan berfikirnya dapat menempatkan suatu kesadaran akan dirinya. Kesadaran atau intelek atau rasio adalah hakikat dari jiwa (Schopenhauer), ia merupakan permukaan jiwa. Dibawah intelek terdapat kehendak yang tidak sadar, suatu daya atau kekuatan hidup yang abadi, atau keinginan yang kuat. Intelek tangan kanan dan pelayan kehendak. Kehendak permanen didalam jiwa, pemersatu ide-ide dan pemikiran-pemikiran dan akhirnya membentuk karakter individu. Intelek kemampuannya terbatas tetapi kehendak mampu terjaga terus menerus tidak pernah merasakan lelah.
            Melalui suatu pemikiran manusia dapat merasakan dirinya lebih unggul. Akibatnya maka  sebagian manusia merasa menjadi superior dari yang lainnya. Manusia mempunyai keinginan untuk berkuasa, ini mengorbankan perasaan cinta akan kedamaian dan keamanan. Setelah itu timbul kelicikan, balas dendam, permusuhan, perbudakan dan sebagainya. Kehendak untuk berkuasa dari manusia yang merasa lebih unggul (filsafat Nietzsche) akan mampu melangsungkan hidupnya dan berjaya, sedangkan yang lainnya terpuruk dan musnah (teori evolusi).
            Secara umum manusia mengalami tahap perkembangan akal. Pertama manusia mengalami tahap teologis mulai dari fetiyisme dan animisme, politeisme, sampai monoteisme. Tahap berikutnya tahap metafisis, yang merupakan modifikasi dari tahap teologis. Pada tahap ini bentuk-bentuk supranatuaral digantikan dengan kekuatan-kekuatan abstrak yang lebih nyata yang dipersonifikasikan seperti kodrat, kehendak Tuhan, roh, absolut, tuntutan hati nurani, keharusan mutlak, kewajiban moral dan sebagainya. Yang terakhir tahap positif (Aguste Comte), dimana hal-hal yang abstrak tidak lagi dijelaskan secara apriori, melainkan berdasar pada observasi, eksperimen dan komparasi yang ketat dan teliti. Tugas akal mencoba mengobservasi gejala dan kejadian secara empiris dan hati-hati untuk menemukan hukum-hukum yang mengatur gejala dan kejadian itu. Comte mengembangkan ilmu pengetahuan positif dimana ia harus objektif, berulangkali, menyoroti setiap fenomena alam yang berhubungan dengan fenomena lain. Karena itu landasan yang ilmu pengetahuan bersifat naturalistik dan deterministik atau tunduk pada hukum alam.
            Keberadaan manusia didunia menimbulkan persoalan-persoalan seperti kesenangan, kebebasan, kecemasan, penderitaan, kebahagiaan, kesepian, harapan, dan sebagainya. Persoalan-persoalan itu melibatkan semua manusia,  semuanya menjadi berbenturan satu dengan yang lainnya.  Oleh karena itu semua itu harus dilandaskan pada rasa tanggung jawab, sebagai pembatas dari kebebasan yang didengungkan oleh penganut idelaisme. Oleh karena itu tanggung jawab menjadi hal yang fundamental. Kebijaksanaan lah akhirnya yang melandasi tanggung jawab, untuk menentukan sikap dan perbuatan kita.
            Menurut Kierkeaard keberadaan manusia melalui tahap-tahap estetis, etis, dan religius. Tahap pertama manusia berorientasi untuk mendapatkan kesenangan dirinya sendiri. Sedangkan tahap yang kedua mulai menjalani dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan yang dirasakan universal bagi semua kalangan. Pada tahap terakhir keotentikan manusia sebagai subjek mulai meikirkan nilai-nilai religius yang diterima oleh akal sehat  tetapi tidak mempertimbangkan rasionalitas dan pertimbangan ilmiah.
Perkembangan hasil olah fikir manusia, menuntun pada sebuah kesadaran. Kesadaran (menurut Husserl) adalah kesadaran yang tidak kosong, ia selalu berkaitan dengan kutub objeknya yang disadari dalam keadaan berkorelasi dan berdialektis. Dengan demikian kesadaran mengarah pada objektifikasi, identifikasi, kaitan dengan objek lain, dan akhirnya bermuara pada menciptakan kesadaran itu sendiri, sebagai aktivitasnya. Kesadaran yang muncul akan berupa kesadaran reflektif dan kesadaran nonreflektif (Sartre), setelah itu tumbuhlah penghyatan akan kehidupan.      
Keberadaan manusia tidak terlepas dari dunianya. Manusia terlibat , terikat, komitmen, dan akrab didalam dunianya tersebut. Dunia yang dimaksud bukan hanya lingkungan fisik material semata, melainkan dunia manusia itu sendiri, dunia pengalaman hidup keseharian. Objek-objek disekitar manusia menjadi objek yang  berarti setelah kita fikirkan (Heidegger). Semua objek yang ada mempunyai kaitan satu dengan yang lain membentuk suatu sistem termasuk manusia itu sendiri. Dengan demikian keberadaan manusia selalu bertumpu pada orang lain dan lingkungan fisik  material yang lain.
Keberadan manusia sebagai makhluk yang bebas, ternyata selalu dihadapkan dengan daya tarik benda disekitarnya. Benda mempunyai daya tarik dan daya pikat yang luar biasa besar, yang mampu menjerat dan menghancurkan kebebasan (Sartre). Benda-benda menjadi lawan tunggal dari kebebasan. Benda-benda kadang memperbudak  sehingga kebebasannya terenggut, bahkan  benda-benda itulah yang menjadi manusia berserah diri. Akibat dari itu semua timbulah konflik antara kebebasan dan keterikatan.

B.     Manusia Berfilsafat
Manusia adalah makhluk pemikir. Oleh karena itu dengan akal fikirannya, ia memikirkan dirinya dan lingkungannya. Keduanya selalu merupakan pusat perhatian dirinya guna mencari pembenaran dan hakikat yang terkandung didalamnya, untuk kepuasan dan pemenuhan hasrat keingintahuan dalam dirinya. Manusia mempertanyakan  hakikat keberadaan dan lingkungannya dan kaitan-kaitan antara dirinya dan lngkungannya itu. Jawaban-jawaban akan hal itu membentuk suatu ide atau pemikiran yang sementara memuaskan dirinya.
      Yang menjadi penyelidikan filsafat adalah segala objek yang ada dan yang mungkin ada dan tidak terbatas. Penyelidikan filsafat terus menerus bekerja hingga persoalan serta pertanyaan dapat ditemukan jawabannya. Penyelidikan dilakukan dengan sedalam-dalamnya sampai akar masalahnya bahkan sampai hakikatnya. Penyelidikannya juga menyeluruh, mendasar, dan spekulatif, sehingga hasil yang didapatnya berupa dugaan-dugaan logis, masuk akal dan rasional, meskipun bukan sesuatu yang pasti.
      Penemuan-penemuan ahli filsatfat sekarang umumnya sudah disusun secara teratur dan dikenal dengan struktur filsafat. Struktur filsafat meliputi teori pengetahuan (epistimologi dan logika), teori hakikat (ontologi, kosmologi, antropologi, theodecia, dan lain-lain), dan teori nilai(etika dan estetika).
      Pengetahuan manusia secara epistimologi memiliki sumber-sumber :
1.      Empiris dengan  aliran empirismenya, yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan diperoleh dari penglaman, melalui perantaraan indra        . Tokoh utamanya John Locke.
2.      Rasio dengan aliran rasionalismenya, yang menyatakan bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal, melalui ide pada fikiran. Tokoh utamanya Descrates.
3.      Fenomena dengan aliran fenomeologinya, yang menyatakan sumber pengetahuan lahir dari pengalaman. Tokoh utamanya Imanuel Kant.
4.      Intuisi dengan aliran intusionismenya, sumber pengetahuan didapat dengan idak perlu mengalami sesuatu secara keseluruhan cukup dengan intuisi. Tokohnya Bergson.
5.      Metode ilmiah yang merupakan penggabungan dari pengalaman dan akal sebagai pendekatan bersama.
Cabang logika bisa diartikan sebagai ilmu yang memberikan aturan-aturan berfikir valid. Prinsip-prinsipnya harus diikuti, untuk mendapatkan kebenaran yang normatif. Kebenarannya meliputi kebenaran bentuk (formal logic/self consistency) dan kebenaran materi (material logic).
            Dalam teori hakikat adalah keadaan yang sebenarnya dari sesuatu bukan keadaan sementara yang selalu berubah. Penyelidikannya sangat luas mencakup segala sesuatu yang ada maupun yang mungkin ada.
1.      Ontologi, yang membicarakan sesuatu yang ada,  dengan cabangnya :
a.       Materialisme yang menyatakan bahwa atom adalah materi tersendiri yang membentuk alam, akal dan kesadaran adalah proses fisikal semata. Alam semesta dapat ditafsirkan seluruhnya dengan sains fisik.
b.      Idealisme yang menyatakan realitas terdiri dari ide, fikiran, akal, dan jiwa bukan material dan kekuatan
c.       Dualisme, yang memadukan dua faham diatas yang saling bertentangan
d.      Agnoticisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat sesuatu di balik kenyataan
2.      Kosmologi yang membicarakan hakikat asal, susunan, dan perubahan, serta tujuan akhir dari jagat raya.
3.      Antropologi,  yang membicarakan hakikat dari manusia itu sendiri sebagai kesatuan totalitas.
4.      Theodecia, yang membicarakan tentang dasar-dasar ketuhanan dan hubungan manusia dengan Tuhan. Dimulai dari monotheisme, trinitheisme, politheisme, pantheisme, sampai atheisme, serta agnotisisme.
Teori nilai merupakan kerangka ketiga,  yang mencakup etika dan estetika. Etika membicarakan tentang kewajiban-kewajiban manusia serta tingkah laku manusia  dilihat dari segi baik dan buruknya  tingkah laku tersebut. Sedangkan estetika mengkhususkan akan nilai dari keindahan. Dalam etika dipersoalkan norma-norma, hak dan wewenang, sehingga dengannya membantu manusia menjadi lebih otonom. Bidang moral merupakan kajian dari etika melalui pendekatan empiris, fenomenologi, normatif, dan metaetika. Tiga cabang dari etika diantaranya :
1.      Etika Normatif
-          Betul salahnya sesuatu tindakan tidak dapat ditentukan dari akibat tindakannya (deontologis)
-          Betul tidaknya suatu tindakan tergantung dari akibatnya (teleologis)
-          Akibat dari perbuatan bagi kepentingan pribadi (egoisme etis)
a.       Hedonisme : kebaikan dapat memberikan rasa nikmat bagi manusia
b.      Eudemonisme : segala tindakan manusia ada tujuannya
2.      Etika Utilitarisme
-          Utilitarisme tindakan : manusia mesti bertindak untuk menghasilkan suatu kelebihan akibat baik daripada akibat buruk
-          Utilitarisme peraturan : bertindak selalu sesuai dengan kaidah yang penetapannya menghasilkan akibat daripada akibat buruk
3.      Etika Teonom
-          Teonom murni : tindakan benar bila sesuai dengan kehendak Tuhan
-          Hukum kodrat : baik buruk ditentukan oleh Tuhan
           
Berbagai aliran filsafat yang muncul hasil pemikiran manusia, diantaranya :
1.      Rasionalis
Sangat mementingkan rasio dalam membangun ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas diluar rasio
2.      Empirisme
Memilih pengalaman inderawi secara lahiriah maupun batiniah sebagai sumber utama pengetahuan
3.      Kritisisme
Rasio memiliki keterbatasan untuk mengetahui hakikat, pengenalan manusia akan sesuatu diperoleh dari apriori (rasio, serta berupa ruang dan waktu) dan dari aposteriori (penglaman yang berupa materi)
4.      Idealisme
Realitas terdiri dari ide, fikiran, akal, dan jiwa bukan benda material dan kekuatan. Bahwa akal adalah yang paling utama dan lebih dahulu dari materi
5.      Positivisme
Sama dengan empirisme tetapi tidak menerima sumber pengalaman batiniah, jadi hanya mengandalkan fakta belaka
6.      Evolusionisme
Bentuk kehidupan tercipta secara berangsur-angsur, perjuangan dan kelangsungan hidup bagi yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
7.      Materialisme
Atom adalah materi berada sendiri dan bergerak dan pembentuk alam dengan proses fisikal termasuk kesadaran sebagai mode materi. Alam merupakan kesatuan material yang tak terbatas selalu ada dan tetap ada, materi ada sebelum jiwa
8.      Pragmatisme
Mengajarkan bahwa yang benar terbukti dari akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis
9.      Filsafat Hidup
Filsafat adalah kesadaran dan refleksi yang merujuk pada data yang langsung dari intuisi
10.  Fenomenologi
Untuk menemukan pemikiran yang benar harus kembali pada benda itu sendiri, hakikat tidak tergantung pada orang yang membuat pertanyaan, tapi ditentukan oleh benda-benda itu sendiri
11.  Sekulerisme
Mencari kemajuan manusia dengan materi semata tanpa campur tangan dan pembebasan manusia dari segala yang bersifat keagamaan dan metafisika.

C.     Mengapa berfilsafat
Manusia adalah makhluk yang dapat berfikir. Dengan dimilikinya kemampuan akal fikirannya manusia mampu menemukan dan memecahkan masalah-masalah yang dialami, dirasakan dan dilihat oleh manusia itu sendiri. Dengan fikirannya anusia secara naluriah mempertanyakan keberadaan diri dan lingkungannya. Fenomena yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari menarik untuk diselidiki dan diketahui apa makna dan hubungan dengan dirinya dan lingkungannya itu. Manusia selalu menemukan fenomena yang muncul setiap saat. Kadang fenomena itu tidak sesuai dengan hati nuraninya atau keinginannya, sehingga ia mempertanyakannya, mengapa ini/itu terjadi. Ia mencari hakekat dari semua ini. Sebagai makhluk sosial ia juga memikirkan manusia lain diluar dirinya. Manusia diluar dirinya jauh lebih beragam dari dirinya. Semua itu menjadi objek penelitian yang dicari hakikatnya. Jawaban sementara merupakan pengetahuan yang dicapai untuk menemukan hakikat atau pembenaran dari sesuatu. Tetapi tidak berakhir sampai disitu, pergulatan terjadi terus menerus untuk mencari hakikat yang belum terpecahkan.
Akibat dari pemikiran yang terus menerus, maka timbulah berbagai ilmu pengetahuan bahkan teknologi yang diperkirakan dapat membantu manusia untuk menjawab dan melayani persoalan dalam kehidupannya. Dengan ilmu yang dimilikinya manusia berusaha untuk menyenangkan dan memudahkan dirinya dan kehidupannya. Akibatnya timbul aturan-aturan atau hukum untuk mengatur dirinya dan lingkungannya agar selaras dengan hasil pemikirannya. Perkembangan pemikirannya menuntut manusia memperbaharui terus menerus aturan dan hukum yang berlaku untuk memenuhi tuntutan yang juga lebih beragam.
Hakikat hidup dan kehidupan yang terus menerus difikirkan itulah jalan filsafat. Jalan ini ditempuh dengan berbagai cara dan metode, yang dikperkirakan sesuai dengan fenomena yang dihadapi. Keyakinan akan hasil pemikirannya inilah yang mempengaruhi ilmu pengetahuan yang dihasilkan sehingga satu dengan yang lainya berbeda tergantung siapa orang yang menemukannya. Pendapat mana yang dipakai tergantung dari penalarannya setelah mendapat ilmu pengetahuan baik dari hasil pemikirannya, maupun hasil pemikiran orang lain.
Sifat manusia yang belum merasa cukup puas setelah mendapatkan apa yang sudah ada atau yang sudah diraih, selalu ingin mendapatkan hal-hal yang baru yang masih ada didalam fikirannya. Manusia berusaha memikirkan dan menuangkan idenya agar segera memuaskan hasratnya hidup dan kehidupannya. Ia terus mencari jawaban atau hakikat dan menelurkan pengetahuan yang terlepas dari apa yang telah ia peroleh.
Jadi manusia berfilsafat intinya adalah untuk melayani keinginan untuk menjawab hidup dan kehidupannya didunia, agar ia dapat ada terus menerus didunia ini. Lebih jauh hidup dan kehidupannya lebih bermakna dan mempunyai arti bagi diri dan lingkungannya. Hakikat hidup dan kehidupan berusaha dimaknai sebagai menuju kesempurnaan.

D.    Masa kini
Kita mengenal filsafat sekarang melalui karya-karya besar filsuf dari zaman ke zaman. Masing-masing zaman menunjukan keadaan masyarakat pada saat itu dan filsafat yang berkembang pada saat itu pula. Filsafat yang dipelajari sedikit banyak mempengaruhi diri kita pada sikap dan pandangan kita menghadapi suasana masa kini. Pengetahuan pun berkembang sangat pesat, memungkinkan kita mengenal lebih banyak dan lebih mudah mendapatkan hal-hal yang baru yang membawa ke arah perubahan yang baru. Pengetahuan yang beragam membawa manusia pada pembaharuan teknologi yang dipakai untuk kebutuhan manusia pada saat ini.
Kebutuhan manusia pada saat ini akan berbagai pemenuhan untuk dirinya dan hasratnya, membawa ke perbagai usaha untuk mengadakan alat pemenuhannya. Dari waktu ke waktu terus bertambah dan berubah. Maka kebanyakan masyarakat umum sudah tidak memikirkan lagi hakikat keberadaan dirinya. Manusia lebih cenderung pada bagaimana memuaskan hasrat hidup dan kehidupannya. Fikirannya terfokus pada bagai mana ia hidup untuk kehidupanya.
Untuk para pemikir dunia yang sudah bentuk seperti ini, baik secara material dan kenyataannya tetap dipertanyakan dan membutuhkan jawaban-jawaban akan hakikat yang terjadi dan mengapa terjadi. Maka dari waktu ke waktu, dari masa ke masa tetap menjadi pembicaran dan pemikiran, serta pengembaraan yang tetap menarik, yang perlu dicari dan dilakukan penyelidikannya agar didapatkan pengetahuan untuk masalah masa kini dan solusinya dimasa kini dan solusi dimasa datang. Jadi seorang yang merasa berfikiran sebagai filsuf  atau seorang pemikir tetap ada lahan untuk mengembangkan kerangka berfikir untuk menjawab tantangan yang ada dihadapannya. Tinggal langkah dan pijakan mana yang ia pakai sebagai landasan keilmuanya atau membangun ilmunya. Sehingga pencarian akan hakikat tetap dapat dicari, sampai batas akal fikirannya bisa mencapai pada batas yang tertinggi yang dapat memuaskan pada hasrat pencariannya.



Daftar Rujukan


Ahmad Tafsir, Prof. Dr. Filsafat Umum, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2012
Juhaya, S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat, Jakarta, Prenada Media, 2008
Lloyd Gerson, History of Phylosophy in Late Antiquity, Cambridge,
Cambridge University Press 2010
Louis O. Kattsoff (alih bahasa Soejono Soemargono), Pengantar Filsafat, Yogyakarta,
Tiara Wacana, 2004
Zainal Abidin, Filsafat Manusia, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2011